Kant on History

Sebuah Deskripsi tentang Filsafat Sejarah Kant

I. Pendahuluan
Abad ke-18, the age of reason, acapkali dipandang sebagai jaman yang kurang memperhatikan sejarah, “lacking a historical sense”. Anggapan tersebut tidak cukup beralasan. Tidak hanya memiliki sejarawan besar seperti Voltaire, Gibbon, pada jaman aufklarung ini tidak sedikit filsuf yang memberikan perhatiannya pada tema-tema kesejarahan. Kata filsafat sejarah itu sendiri pertama kali ditemukan dalam tulisan-tulisan Voltaire.

Filsafat sejarah dalam arti modern memiliki dua telaah, pertama ialah telaah kritis dan kedua ialah telaah spekulatif. Dengan telaah kritis yang dimaksud ialah penelitian epistemologis historiographi. Penekanan pada telaah ini ialah bagaimana mekanisme atau cara kerja ilmu sejarah itu sendiri. Sedangkan dengan telaah spekulatif yang dimaksud ialah pencarian arti dan makna sejarah; makna sejarah yang mempengaruhi bingkai manusia melihat dirinya dan dunia tempat dia hidup.

Salah satu filsuf yang memberi pengaruh besar dalam filsafat sejarah kritis ialah Immanuel Kant (1724-1804). Ia menulis beberapa karangan dengan tema kesejarahan. Dua tulisannya yang akan dibahas dalam dalam tulisan ini adalah What is Enlighment dan Idea for a Universal History From A Cosmopolitan Point of View. Pada Paragraf pertama dalam What is Enlighment ia menuliskan “Sapere Aude!” have courage to use your own reason.

Dengan slogan ia ingin mengkritik sekaligus membangunkan manusia-manusia yang selama ini telah meliburkan otaknya dan membiarkan orang lain berfikir untuk dirinya. Slogan ini lah yang akan menjadi fondasi Kant untuk melihat sejarah manusia dan sejarah universal.

II. Filsafat Sejarah Kant

Latar Belakang Pemikiran Kant
Untuk memahami cara Kant melihat sejarah perlulah pertama-tama dipahami tiga tema besar pemikiran filsafat kritisnya. Ketiga hal itu ialah mekanisme sebab-akibat, keunggulan akal budi dan prinsip regulatif teleologi.

Dalam Kritik atas Rasio Murni dan Prolegomena Kant berpandangan bahwa dunia yang kita kenal ini merupakan sebuah sistem gejala dibawah hukum-hukum. Pemahaman kita mengenai dunia gejala tercipta karena akal budi manusia memberikan hukum-hukum a priori terhadap penampakan-penampakan yang kita terima melalui panca indera.

Hukum-hukum itulah yang menjaga jalannya mekanisme sebab-akibat pada alam semesta ini. Hukum ini yang merubah“rhapsody of sensations” menjadi tatanan alam semesta yang teratur seperti yang kita tangkap. Persis layaknya gejala alam: rotasi matahari dan bulan yang dapat diprediksi, predictable, begitu jugalah pengalaman-pengalaman manusia. Segala sesuatu telah ditentukan dalam hubungan sebab-akibat yang terprediksi. Tidak ada sesuatu pun yang terjadi secara kebetulan.

Dalam Kritik atas Rasio Praktis dan the Foundations of the Metaphysics of Morals Kant mengajukan bahwa tindakan-tindakan manusia berada di bawah kewajiban-kewajiban mutlak. Kewajiban bagi Kant adalah keharusan tindakan demi hormat terhadap hukum. Kata hukum yang dipakai di sini menunjuk pada prinsip obyektif dan rasional bagi tindakan yang harus dijalankan lepas dari segala macam perasaan subyektif. Pada tahap ini ia ingin berbicara bahwa akal budi adalah landasan utama dari moralitas. Hukum moral dalam diri manusia tidak berasal dari alam ataupun dari Tuhan, melainkan dari akal budi. Dengan itu, hukum moral ini dapat dipertanggung-jawabkan secara rasional.

Dalam The Critic of Judgement Kant mengemukakan bagaimana penggunaan “konsep tujuan” secara tepat. Meskipun konsep tujuan tampak asing dalam dunia fisik, bagi Kant, konsep tujuan merupakan hal yang essensial untuk tindakan-tindakan moral manusia yang telah dibahas dalam akal budi praktis. Tujuan merupakan prinsip regulatif penting untuk membuat interpretasi terhadap alam dan sejarah. Jika interpretasi teleologi alam menjadi tersistematisasi maka pastilah terdapat sebuah tujuan final. Tujuan akhir inilah yang membuat dunia menjadi terorganisasi, terorientasi dan tidak hanya menjadi dunia benda-benda yang tak berujung. Tujuan akhir itu ditemukan Kant dalam diri manusia; manusia yang secara rasional membuat dan mentaati hukum moral di dunia yang tak berarti. Dengan ini dunia haruslah diinterpretasikan sebagai tingkatan untuk evolusi moral dan tindakan manusia.

Kaitan Filsafat Kritis dengan Filsafat Sejarah

Dimanakah letak kaitan antara pemikiran filosofis Kant, di satu sisi, dengan sejarah di sisi lain. Sejarah bukanlah pengetahuan a priori seperti yang terdapat dalam filsafat kritis Kant, melainkan rangkaian kejadian-kejadian manusia secara empiris. Dalam ilmu pengetahuan, manusia dipandang sebagai manusia temporal yang bertindak dibawah hukum-hukum alam. Sedangkan manusia dalam filsafat moral diasumsikan sebagai manusia non-temporal yang memiliki kebebasan sejati. Tetapi, setiap tindakan manusia, termasuk tindakan moral, bagaimanapun juga tidak bisa dilepaskan tempat atau pentasnya di dunia fisik yang dipelajari oleh ilmu pengetahuan. Pada titik inilah filsafat sejarah kritis Kant meneliti manusia yang awalnya hanya menjadi bagian dari mekanisme alamiah sebab-akibat kemudian menjadi manusia pencipta yang menjadi bagian masyarakat dalam dunia kebudayaan.

Lepas dari ketertarikannya dalam fakta-fakta sejarah dan pergerakan-pergerakan progresif di jamannya, Filsafat sejarah kritis Kant haruslah ditempatkan sebagai hubungan konseptual antara pandangan Kant mengenai dunia fisik dan dunia moralitas.
Dalam tulisannya Idea for a Universal History From A Cosmopolitan Point of View terdapat satu hal yang bisa dilihat dengan mudah, di satu sisi, tetapi tidak mudah di sisi lain. Dengan mudah dapat dilihat bahwa Kant memproyeksikan sebuah Idea atau proposal sejarah yang kemudian dapat ditindaklanjuti oleh sejarawan-sejarawan dalam proses penelitian sejarah universal manusia di kemudian hari. Sesuatu yang tidak mudah ialah memberikan arti pada kata “Idea”. Kata idea digunakan secara teknis dan mempunyai arti yang sangat ketat. Istilah idea ini diambilnya dari perbendaharaan Plato. Bagi Plato idea merupakan sebuah objek dari rasio murni dalam dunia noumena dimana panca indera berpartisipasi dengan meniru. Sedangkan bagi Kant, idea merupakan ciptaaan akal budi manusia. Idea inilah yang berperan sebagai penuntun bagi pengetahuan teleologi dan bagi pengalaman praktis ataupun moral.

Idea bisa bersifat teoritis maupun praktis. Konsep teleologi merupakan idea teoritis. Konsep teleologi ini mengatur pencarian-pencarian dan memimpin kita untuk menemukan penyebab-penyebab, meskipun penjelasan dalam arti tujuan hanya akan sampai pada penemuan mekanisme sebab-akibat. Sedangkan konsep-konsep tujuan moral dan kesempurnaan yang harus dicapai manusia melalui tindakannya sendiri adalah idea praktis. Mengenai idea kebaikan ia mengatakan bahwa bentuk kebaikan yang pasti dan jelas tidak berasal dari sejarah melainkan dari kerja akal budi. Idea kebaikan ini, pertama, merupakan standar untuk menilai semua ketidaksempurnaan tindakan manusia dan, kedua, merupakan arketipe yang harus dibatinkan dalam karakter kita sebagai manusia. Berbeda dengan Kant, bagi Plato idea kesempurnaan masyarakat tidak pernah terjadi dan tidak akan terjadi di dunia ini.

Kata Idea dalam judul tersebut mempunyai arti: bukan sinonim dari pertimbangan atau pandangan melainkan sebuah model atau bentuk sejarah. Sebagian Idea ini termanifestasi dalam proses historis aktual; sesuatu yang dapat dilihat dan menjadi dasar bagi sejarawan yang kemudian menulis sejarah.

Alam, Negara dan Liga Bangsa-Bangsa
Kata Idea yang digunakan Kant dalam tulisannya meskipun berbentuk tunggal, tetapi memiliki tiga arti fundamental dalam semua tulisan-tulisan sejarahnya. Ketiga arti tersebut ialah Alam, sebagai Idea teoritis, Negara dan Liga Bangsa-Bangsa, keduanya sebagai Idea praktis.

Alam sebagai sebuah Idea bukan sekedar bagian dari mesin fisika dan astronomi yang bekerja berdasarkan hukum kausal. Alam merupakan sebuah kesatuan organik dimana satu bagian saling berhubungan dan tidak bisa dilepaskan satu dengan yang lain. Untuk itulah pemahaman komprehensif penting untuk mengetahui alam ini.

Setelah melihat alam secara komprehensif dalam determinisme kausal, ia mencoba melihat pandangan klasik mengenai konsep alam sebagai rahim sejarah; sebagai tempat untuk kehidupan manusia. Dalam pandangan klasik kejatuhan manusia diinterpretasikan murni secara alamiah dan originalitas kebudayaan manusia tercipta bagitu saja tanpa adanya sebuah konsensus bersama diantara manusia. Bagi Kant alam adalah ibu atau lebih tepatnya ibu tiri manusia. Alam tidak membuat kemudahan-kemudahan bagi manusia untuk berkembang. Memang alam memberikan eksistensinya pada manusia tetapi tidak berarti alam memanjakan manusia-manusia yang hidup di dalamnya. Singkatnya, dengan tidak memberikan banyak kemudahan, alam memberikan peluang bagi manusia untuk berusaha dan menentukan jalan hidupnya sendiri. Manusia tidak akan mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan kecuali manusia secara independen menciptakannya dengan akal budinya.

Idea kedua ialah civil society. Konsep teleologi menunjukkan bahwa alam ini tidak mengahasilkan sesuatu yang sia-sia karena semuanya akan mencapai kepenuhannya. Pada diri manusia, Akal budi tidak diberikan secara alamiah untuk membuat manusia bahagia. Akal budi haruslah mencari fungsi dan perannya yang sesuai dalam kehidupan manusia. Kant menolak kriteria eudamonistik sebagai sebuah kemajuan masyarakat dan menggantikannnya dengan kriteria tingkatan dimana akal budi dikembangkan dan dilatih sebagai alat kebudayaan dan sumber moralitas. Masyarakat dan kebudayaannya bukan sekedar buah dari akal budi tetapi juga kondisi dimana akal budi mencapai kepenuhannya.

Alam menginginkan bahwa manusia dapat menyempurnakan sesuatu yang tidak bisa diberikan alam, yakni kebudayaan dan kehidupan bersama dibawah hukum rasional. Menjadi jelas bahwa tugas manusia ialah menciptakan suatu kehidupan masyarakat bersama yang ditata menurut hukum-hukum rasional berdasarkan akal budi. Dengan menggagas kehidupan bersama berdasarkan hukum rasional itulah manusia mengatasi sifat individualistis yang terdapat dalam dirinya.

Terciptanya kehidupan bersama ternyata juga menciptakan masalah baru, yakni bahwa pemegang aturan dalam hidup bersama tidak lebih daripada seorang monster. Monster ini mengekang manusia untuk menggunakan akal budi mereka secara maksimal. Itu semua dilakukan untuk mengontrol penuh anggota-anggotanya. Bagi jaman pencerahan, strong government, di satu sisi, merupakan sebuah kondisi dan, di sisi lain, merupakan sebuah resiko atau ancaman. Strong gevenment yang menjamin pengembangan cakupan intelektual dan tanggung-jawab kebebasan tanpa menghilangkan stabilitas masyarakat yang adil adalah hal yang harus dicapai oleh sebuah masyarakat.

Pencapaian penuh pemerintah akan tampak dalam kondisi dimana masing-masing individu dapat secara bebas mengekspresikan kepercayaannya dan sekaligus tidak terkekang dalam proses mengetahui. Tidak hanya mendirikan sebuah pemerintah yang kuat, tugas manusia selanjutnya ialah pendirian sebuah kesatuan universal demi mencapai perdamaian yang menyeluruh. Inilah Idea dari Liga Bangsa-Bangsa. Kant melihat bahwa perang merupakan lanjutan dari politik yang seringkali terjadi karena tujuan-tujuan yang tidak penting yang mengakibatkan perampasan hak-hak manusia. Alam menggunakan perang sebagai instrumen untuk menyebar manusia ke seluruh bumi dan menjadikan manusia sebagai komunitas yang tersebar luas. Manusia, untuk itu, mempunyai tugas untuk memberikan jaminan atas penghentian perang. Manusia harus mengatur diri mereka sendiri supaya hak-hak mereka tidak lagi ditindas dan diinjak-injak oleh para perancang perang. Sebuah persekutuan bangsa-bangsa akan membuka peluang bagi kesatuan universal antara dimana akan terjadi perdamaian abadi dan secara secara bertahap juga akan mereformasi sistem-sistem yang tidak menguntungkan kehidupan bersama.

Apakah pada waktu masa yang akan datang alam mampu membuat manusia menjadi manusia moral? Kualitas moral manusia adalah sesuatu yang berada di luar kemampuan alam. Alam merupakan tempat bagi peradaban dan kebudayaan bukan tempat penciptaan moralitas. Alamlah yang telah menanamkan disposisi moralitas dalam diri manusia, tetapi itu bukan berarti bahwa adanya sebuah moralitas adalah natural. Moralitas adalah buah dari kebebasan, sebuah kebebasan yang berdasar pada kemampuan akal budi. Moralitas tidak bisa dipahami secara empiris oleh sejarah maupun secara teoritis oleh filsafat. Filsafat hanyalah membantu manusia untuk memahami sesuatu yang tidak dapat dipahami.

9 Thesis dalam “Idea for a Universal History From A Cosmopolitan Point of View”

1. Segala kemampuan-kemampuan ciptaan ditakdirkan untuk mengalami evolusi sempurna sampai pada titik akhir yang alamiah.
2. Dalam diri manusia kemampuan-kemapuan alamiah yang tampak dalam penggunaan akal budi akan mencapai kesempurnaannya hanya dalam peradaban bersama, bukan secara individual.
3. Alam menginginkan manusia untuk menciptakan segala sesuatu yang melampaui tatanan mekanisme “animal existense”; manusia tidak akan mencapai sebuah kebahagiaan atau kesempurnaan kecuali ia secara independen menggunakan akal budinya.
4. Cara yang digunakan alam untuk mengembangkan seluruh kemampuan-kemampuan manusia adalah dengan tidak memberikan sosialitas secara natural. Sejauh ini, usaha untuk mencapai sisi sosialitas inilah yang menjadi penyebab terciptanya tatanan yang sah dalam masyarakat.
5. Tugas terbesar bagi peradaban manusia adalah mencapai “universal civic society” yang akan mengatur tatanan hukum diantara manusia.
6. Tugas tersebut adalah yang tersulit dan merupakan bagian terakhir yang akan dipecahkan oleh manusia.
7. Permasalahan penegakan suatu “universal civic society” tergantung pada masalah hubungan eksternal yang sah dalam negara dan masalah pertama tidak bisa diselesaikan tanpa menyelesaikan masalah ini terlebih dahulu.
8. Sejarah umat manusia dapat dilihat sebagai sebuah realisasi rencana rahasia alam untuk mencipakan sebuah negara ciptaan yang sempurna sebagai sebuah kondisi dimana kemampuan-kemapuan manusia dapat berkembang. Dan, sebuah relasi eksternal dalam negara akan secara sempurna dan tepat membawa pada kesudahan.
9. Usaha filosofis untuk meneliti sejarah universal berdasarkan pada rencana alamiah yang ditujukan untuk mencapai sebuah “civic union” harus dianggap mungkin dan sungguh-sungguh sebagai sebuah sumbangan pada tujuan akhir alam.


III. Kesimpulan

Filsafat sejarah kritis Kant pada akhirnya bukanlah sebuah sejarah moral melainkan sebuah perjalanan manusia yang berkembang menuju sebuah titik akhir yang dicapai manusia dengan kemampuan akal budinya. Dengan itulah manusia menjadi manusia yang bermoral. Inilah sebuah pandangan ke masa depan yang menujukkan bahwa tujuan dari peradaban manusia dapat terlaksana di dunia ini dengan akal budi. Dengan kebebasan yang mengubah tatanan natural dan historis, manusia memasuki dunia yang sejati.
Bagimana sejarah a priori bisa menjadi mungkin? Itu akan menjadi mungkin jika manusia sendiri menciptakan dan mengusahakan kejadian-kejadian yang telah diprediksikannya. Idea sejarah akan terwujud hanya jika manusia bertindak dalam kepercayaan bahwa hal tersebut mungkin untuk diwujudkan dengan akal budinya. Sejarah bukanlah titipan atau warisan dari masa lampau melainkan sebuah bentukan manusia yang berakal budi dan dengan itu bermoral.



Sapere Aude—have courage to use your own reason!

  © Creative design by tariganism.com and Ourblogtemplates.com 2009

Back to tariganism's TOP