Aku yang Menjawab

Manusia hanya terus dan terus melontarkan pertanyaan tentang hari esok. Tetapi mereka malas untuk manjawabnya sendiri karena memang menjawab tidak mungkin jika tanpa usaha. Tibalah saatnyalah manusia bangun dari tidur kemalasannya. Kebahagiaan dan kebaikan sejati jangan terus menerus dibiarkan menjadi kerinduan. Kebahagiaan dan kebaikan sejati tidak datang dengan sendirinya. Kebahagiaan dan kebaikan sejati bukanlah warisan dari alam yang kita tempati ini. Itu semua harus diusahakan.

Konsep alam sebagai Ibu pengasih lagi penyayang rasanya perlu dipertanyakan ulang. Konsep alam yang akan menyediakan segalanya justru akan membius manusia dalam ruang kemalasan dan kemanjaan. Kemalasan dan kemanjaan itulah yang membuat manusia berhenti pada bertanya dan bertanya tanpa merasa perlu untuk jawabannya.

Tepatlah bila dikatakan bahwa alam ditempatkan sebagai Ibu Guru. Alam mengajar manusia untuk berkembang menjadi dirinya sendiri. Memang alam memberikan eksistensinya pada manusia tetapi tidak berarti ia menggendong terus menerus manusia-manusia yang hidup di dalamnya. Manusia harus berjalan dengan kakinya sendiri.

Dengan tidak menyodorkan kemudahan-kemudahan, alam mendidik manusia untuk berusaha menentukan jalan hidupnya sendiri. Manusia tidak akan mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan kecuali manusia sendirilah yang menciptakan dengan hati dan budinya. Dengan hati dan budi itu pulalah manusia mengatasi individualitasnya dan menjalin relasi dengan sesamanya untuk mencapai masa depan damai yang dicita-citakan bersama.

Perdamaian sebagai harapan universal merupakan tanggung jawab manusia untuk mewujudkannnya. Banyak kali yang terjadi justru kebalikannya. Korban perang di berbagai belahan dunia tak henti-hentinya berjatuhan. Konflik-konflik kepentingan melahirkan perampasan hak-hak asasi manusia. Tuhan menjadi legitimasi untuk bertikai. Alam yang seharusnya menjadi panggung kemanusiaan berubah menjadi pentas pembantaian. Labirin masalah dalam hidup ini telah memupus semangat manusia-manusia di dalamnya untuk menjawab pertanyaan tentang hari esok.

Akulah yang seharusnya menjawab pertanyaan tersebut. “Sapere Aude!—have courage to use your own reason”, kata seorang filsuf dari kota Koningsberg. Bangun, bangun! Saatnyalah membangunkan manusia-manusia yang selama ini telah meliburkan hati dan budinya. Sebagian bahkan telah membiarkan orang lain berfikir untuk dirinya. Entah kenapa banyak yang merasa nyaman jika orang lain yang berfikir untuk dirinya, meskipun dia tidak tahu apakah itu pas untuknya. Bukankah dengan membiarkan orang lain berfikir untuk diriku, aku telah manggadaikan masa depanku kepada orang lain?


Manusia adalah sang penjawab. Perjalanan menuju tercapainya sebuah jawaban hanya dapat dilakukan oleh manusia dengan kemampuan hati dan budinya. Hari esok yang didambakan bukanlah titipan nenek moyang.

Hari esok menanti manusia-manusia yang siap sedia bertindak. Harapan akan hari esok yang lebih baik akan menjadi nyata hanya jika manusia BERTINDAK dalam KEPERCAYAAN bahwa hal itu mungkin terwujud dengan segenap hati dan budi. Tindakan dan kepercayaan itulah yang akan mengantar manusia pada masa depannya yang sejati dimana kemanusiaan tidak lagi tertindas dan terinjak-injak oleh para perancang pertikaian.


  © Creative design by tariganism.com and Ourblogtemplates.com 2009

Back to tariganism's TOP