Manusia Memaknai Simbol

Kekuatan Simbol (The Power of Symbol)

Berbicara mengenai simbol sama dengan masuk dalam sebuah diskusi panjang mengenai pencarian arti dan makna dari simbol. Dalam bahasa aslinya, Yunani, kata symbollein digunakan sebagai kata kerja yang artinya ialah mencocokkan. Lambat laun arti mencocokkan—dalam konteks tanda atau materai perjanjian—tersebut berubah arti menjadi tanda pengenalan. Sesuatu dikenali melalui simbol.

Dalam keragaman pemikiran mengenai simbol tersebut, dua refren utama yang disepakati bersama ialah, pertama, simbol telah dan sampai detik ini masih mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kedua, simbol merupakan alat yang kuat untuk memperluas pengetahuan kita, merangsang daya imaginasi kita dan memperdalam pemahaman kita. Selama manusia masih mencari arti dari sebuah kehidupan, manusia tidak akan pernah bisa lepas dari simbol.

Apakah Makna Dari Simbol?Kini sejenak kita akan melihat pandangan beberapa filsuf maupun teolog mengenai bagaimana mereka memahami dan memaknai simbol.

Ernst Cassirer

1. Dalam bukunya yang berjudul An Essay on Man ia memulai dengan bab yang berjudul The Crisis of Man’s Knowledge of Himself. Ia menunjukkan bahwa pada masa sekarang manusia memiliki kelimpahan sumber-sumber pengetahuan. Kelimpahan sumber pengetahuan tersebut telah membanjiri manusia dengan kelimpahan data. Tepat pada kondisi tersebut Cassirer melihat bahwa manusia sebenarnya sedang mengalami krisis. Manusia berkelimpahan data tetapi manusia tidak mempunyai metode untuk menata data-data tersebut. Krisis itu digambarkannnya seperti sebuah labirin. Pertanyaaanya ialah bagaimana mencari benang Ariadne untuk keluar dari labirin tersebut.

2. Untuk keluar dari labirin tersebut ia menyatakan bahwa manusia memiliki “hubungan ketiga”. Manusia—sama seperti semua mahluk hidup—mempunyai sistem refektor dan sistem efektor. Tetapi, manusia juga memiliki daya kemampuan untuk memasukkan di antara kedua sistem tersebut suatu sistem simbol. Sistem simbol inilah yang membuat manusia tidak merespon secara langsung dan segera atas stimulus yang datang. Manusia dapat menafsirkan stimulus-stimulus yang ada. Bentuk-bentuk simbol yang digunakan manusia dalam usaha menafsirkan stimulus itu berpotensi memperbesar pengetahuan dan kepekaan serta mengarahkan pada tindakan yang kreatif. Manusia hidup dalam alam semesta simbolis. Bahasa, mite, kesenian dan agama ialah bagian-bagian dari alam semesta itu.

3. Berkeyakinan bahwa dalam hiudpnya manusia membutuhkan hubungan ketiga yang adalah sistem simbol. Dengan menggunakan bentuk-bentuk simbolis, manusia telah mencapai kemajuan sampai tingkat yang sangat tinggi di dunia sekarang ini, dan hanya dengan membangun bentuk-bentuk simbolis yang baru kemajuaan tingkat tinggi itu dapat dipertahankan.


Paul Tillich

Dalam membicarakan simbol Tillich memberikan ciri-ciri dasar dari simbol.

1. Simbol bersifat figuratif, selalu menunjuk sesuatu yang diluarnya. Baginya simbol berbeda dengan tanda. Simbol mengambil bagian dalam realitas yang ditunjuknya dan mewakili sesuatu yang diwakilinya sampai tingkat tertentu. Sedangkan tanda bersifat univok, arbitrer dan dapat diganti; tanda tidak mempunyai hubungan intrinsik dengan sesuatu yang ditunjuknya.

2. Simbol dapat dicerap baik sebagai bentuk objektif maupun sebagai konsepsi imaginatif.

3. Simbol membuka dimensi-dimensi roh batiniah manusia sehingga terwujudlah suatu korespondensi dengan segi-segi realitas tertinggi. Simbol memperluas penglihatan tentang realitas transenden.

4. Simbol mempunyai akar dalam masyarakat dan mendapat dukungan dari masyarakat. Simbol hidup oleh karena hubungannya dengan suatu kebudayaan yang khusus. Jika simbol tidak lagi membangkitkan respon yang vital maka simbol itu mati.


Paul Ricoeur

1. Ia mendefinisikan simbol sebagai struktur makna di mana suatu arti yang langsung, primer, harafiah menunjukkan arti lain yang tidak langsung, sekunder dan figuratif serta yang hanya dapat dipahami hanya melalui yang pertama.

2. Dalam bukunya The Symbolism of Evil ia melukiskan arti kotor, tercemar secara jasmani sebagai simbol ketidakmurnian manusia dalam hubungannya dengan Yang Kudus. Tercemar atau terkena noda secara alami disebutnya sebagi intensionalitas pertama. Ia kemudian melanjutkan pada intensionalitas kedua yaitu melalui apa yang secara jasmani tidak bersih, menggambarkan situasi di mana manusia dalam hubungannya dengan Yang Kudus mengalami ketercemaran, ketidakmurnian.

3. Jadi arti harafiah itu menunjukkan sesuatu arti yang lebih jauh. Kotor dan tercemar secara jasmani di sana menggambarkan ketidakmurnian manusia dalam hubungan dengan Yang Kudus. Dengan itu, arti yang pertama menujuk secara analogis kepada yang arti kedua yang tidak diberikan secara lain kecuali dalam arti pertama. Kotor dan tercemar secara jasmani menjadi simbol ketidakmurnian dalam hubungan manusia dengan Yang-Kudus.


Karl Rahner

Pembahasan tema simbol oleh Rahner dibahas dalam kerangka teologi simbol. Baginya sistem simbolisme itu sendiri termasuk dalam kodrat ke-Allah-an itu sendiri. Maka dari itu ia memahami simbol sebagai berikut.

1. Simbol tidak pernah boleh dipandang sebagai suatu yang terpisah dari hal yang disimbolkannya.

2. Suatu objek atau suatu diri terungkap dalam simbol dan dengan demikian menjadi hadir dalam simbol.

3. Simbol merupakan kehadiran nyata

4. Simbol tidak memisahkan ketika mengantarai, tetapi mempersatukan dengan segera.

5. Simbol dipersatukan dengan hal yang disimbolkannya karena hal yang disimbolkannya membentuk simbol sebagai realisasi dirinya sendiri.


Ia mengatakan, “…Allah sendiri merupakan realitas keselamatan sebab realitas keselamatan ini diberikan kepada manusia dan ditangkap dengan simbol; simbol bukan merupakan realitas yang tidak hadir dan terjanji semata-mata, tetapi menujukkan realitas sebagai sesuatu yang hadir melalui simbol yang dibentuknya”.


Mircea Eliade

a. Dalam pemakanaan mengenai simbol Eliade mengarahkan pemikirannya kepada; (1) barang dan peristiwa khusus, untuk kemudian (2) mencari arti arti penting dari barang dan peristiwa khusus tersebut, untuk akhirnya (3) menghubungkan manusia dengan yang Ilahi.

b. Ia menekankan secara khusus apa yang disebutnya hierofani, yaitu manifestasi dari yang kudus dalam konteks dunia sekular. Baginya manifestasi-manifestasi itu mengambil tempat sebagai simbol-simbol.

c. Fungsi simbol baginya ialah mengubah suatu barang atau tindakan menjadi sesuatu yang lain daripada yang kelihatan dari barang atau tindakan itu di mata profan.


Dalam bukunya “The History of Relogions: Essay in Methodology” ia mengemukakan ciri-ciri simbol:

1. Multivalen, metaempiris, artinya simbol selalu menunjuk sesuatu yang lebih jauh yaitu kepada Yang-Kudus, realitas tertinggi.

2. Simbol bukanlah sebuah penujuk yang tidak ada hubungannya dengan manusia aktif. Simbol selalu tertuju pada suatu realitas atau situasi yang melibatkan esksistensi manusia

3. Dengan demikian simbol memberi makna dan arti ke dalam eksistensi manusia.


Apakah Fungsi Simbol?

Dengan melihat makna atau arti simbol dari beberapa tokoh di atas sebenarnya secara tidak langsung fungsi dari simbol tersebut sedikit banyak telah terpaparkan.

Secara garis besar fungsi simbol dapat dilihat sebagai berikut.

1. Menggugah kesadaran, kepercayaan, perasaan dan gambaran mengenai komponen-komponen dari pengalaman-pengalaman. (Whitehead)

2. Mengungkapkan yang universal bukan sebagai impian atau bayangan, melainkan sebagai wahyu yang hidup. (Goethe)

3. Memperluas pengetahuan, merangasang daya imaginasi dan memperdalam pemahaman manusia. (Dillistone)

4. Mengambil bagian dalam realitas yang ditunjuknya dan mewakili sesuatu yang diwakilinya sampai tingkat tertentu (Paul Tillich)

5. Membukakan kepada manusia adanya tingkat-tingkat realitas yang tidak dapat dimengerti dengan cara lain. Hal ini khususnya berlaku pada simbol-simbol seni. (Paul Tillich)

6. Membuka dimensi-dimensi roh batiniah manusia sehingga terwujudlah suatu korespondensi dengan segi-segi realitas tertinggi. (Dillistone)

7. Mengubah suatu barang atau tindakan menjadi sesuatu yang lain daripada yang kelihatan dari barang atau tindakan itu di mata profan. (Mircea Eliade)

8. Menyatakan suatu realitas suci atau kosmologis yang tidak dapat dinyatakan oleh manifestasi lainnya. Simbol menciptakan solidaritas tetap antara manusia dan yang kudus. (Mircea Eliade)

9. Memberi arti atau makna ke dalam eksistensi manusia. (Mircea Eliade)


Kesimpulan


Dari beberapa pandangan mengenai ARTI dan FUNGSI simbol di atas kini dapat ditarik sebuah benang merah yang dapat diterima bersama. Simbol dapat dipandang sebagai

1. suatu kata atau barang atau objek atau tindakan atau peristiwa atau pola atau pribadi atau hal yang kongkret;

2. yang mewakili atau menggambarkan atau mengisyaratkan atau menandakan atau mengungkapkan atau menerangi

3. sesuatu yang lebih tinggi atau transenden atau yang lebih besar atau sebuah makna, atau realitas atau kepercayaan atau suatu keadaan.

Maka dari itu, fungsi dasar simbol ialah menjembatani, menghubungkan jurang antara dunia nomor 1 dengan dunia nomor 3. Dengan kata lain simbol berfungsi menghubungkan dua entitas yang berbeda. Tetapi dengan cara yang lain simbol dapat menggambarkan atau mengingatkan atau menunjuk kepada apa yang disimbolkan tersebut.


Bagaimana jika Manusia Kehilangan Bahasa Simbolis?

Dalam bukunya yang berjudul Images and Symbols Eliade menuliskan, “Symbols not only disclose a structure of the real or even a dimension of existence, at the same time they carry a significance for human existence.”( Symbolism, The Sacred and The Art, 1961) Manusia tidak bisa dilepaskan dari sistem simbol. Seperti yang diungkapkan oleh Cassirer, justru sistem simbol inilah yang membedakan manusia dengan hewan. Dengan adanya simbol-simbol (kebudayaan, seni, agama, dll) manusia dapat menafsirkan stimulus-stimulus yang ada tidak secara langsung dan segera seperti yang terjadi pada hewan.


Jika manusia kehilangan bahasa simbolisnya maka;

1. Manusia akan kehilangan kesadaran, pemahaman dan gambaran-gambaran pengalamannya. Manusia tidak bisa memaknai pengalaman-pengalamannya sendiri.

2. Manusia tidak akan berkembang karena tanpa adanya simbol manusia kehilangan daya pemahaman dan imaginasi.

3. Manusia akan kehilangan cara berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Karena dengan simbol, ikatan-ikatan relasi dalam lingkungan sosial dapat terjalin.

4. Manusia tidak akan mengenal dimensi roh batiniah dalam dirinya. Dengan itu manusia juga tidak akan pernah mengalami korespondensi dengan realitas tertinggi.

5. Manusia tidak akan pernah terbuka untuk berhubungan dengan realitas tertinggi, yang kudus. Seperti yang diungkapkam oleh Rahner, simbolisme itu sendiri ialah bagian dari kodrat ilahi.

6. Akhirnya, tanpa simbol dapat diartikan bahwa manusia sebenarnya tidak ada, karena simbol yang paling kuat sebenarnya ialah manusia yang hidup.

  © Creative design by tariganism.com and Ourblogtemplates.com 2009

Back to tariganism's TOP