Batman - The Dark Night (Part 2)

Why So Serious?

Film laga karya sutradara Christopher Nolan ini berawal dari perampokan bank oleh sekelompok pria bertopeng. Tanpa perlawanan yang berarti, komplotan bertopeng tersebut berhasil menggasak tuntas isi brankas. Namun, di luar dugaan, siapa kawan dan lawan kemudian menjadi tidak jelas. Komplotan pria bertopeng saling memusnahkan dan menyisakan seseorang saja. Dialah Joker.

Pada saat yang sama, aktivitas berbagai komplotan kriminal di Kota Gotham semakin tinggi. Urgensi untuk membasmi komplotan kriminal tersebut tidak dapat ditawar-tawar lagi. Tampillah seorang legalis, Harvey Dent. Jaksa baru kota Gotham ini optimis akan mengirim membungkam seluruh komplotan kriminal dalam bui. Keberhasilan daya kejut sang Jaksa baru Harvey Dent, telah menjadikannya suatu icon baru bagi kota Gotham. Dialah The White Knight.

Bagi para kriminal, Harvey Dent adalah ancaman. Kondisi tersebut memaksa para bos kriminal berunding untuk menyelamatkan aksi mereka dari yurisdiksi Jaksa Harvey Dent. Dalam perundingan tersebut tampillah Joker, sang badut psikopat. Sebagai tamu tak diundang, ia menawarkan sebuah solusi. Bagi agent of chaos ini Harvey Dent hanyalah “anak kemarin sore”. Ia sama sekali bukan ancaman. Ancaman yang sejati ialah Batman. The Joker: It's simple, we kill the Batman. Joker mengenali masalah dengan tepat. Harus diakui bahwa Harvey Dent memang tidak bekerja sendirian. Disampingnya ada Letnan Gordon dan dibelakangnya ada Batman.

Jauh-jauh hari, Batman sebenarnya telah berniat untuk undur diri dan menjadi manusia normal. Niatnya itu semakin kuat sesaat setelah Gotham mendapatkan seorang pahlawan barunya, sang jaksa, Harvey Dent. Tetapi niat itu urung terjadi karena Joker justru mengincar The Dark Night dan bukan The White Knight.

Joker memulai terornya. Satu syarat diajakukan Joker: sebelum Gotham menyerahkan Batman padanya, Joker akan membunuh warga Gotham, satu per satu. Masalahnya, publik Gotham tidak tahu siapa Batman di balik topengnya. Seluruh kota Gotham kini terancam. Kondisi tersebut membuat Batman berada dalam posisi dilematis. Haruskah ia menyerahakan diri dan membuka topengnya di hadapan publik dan di hadapan Joker? Atau, haruskah ia melawan Joker?

Di luar, Joker konsisten dengan ucapannya, “This town deserves a better class of criminal... and I'm gonna give it to them. It's not about money... it's about sending a message. Everything burns!” Tidak tanggung-tanggung, Sang Badut Gila juga menghancurkan Rumah Sakit. Gotham diambang kehancuran. Di luar dugaan, Harvey Dent, sang Jaksa, mengakui dirinya adalah Batman. Pilihan sulit itu terpaksa diambil untuk semakin mencegah kehancuran Gotham yang lebih parah lagi. Tidak hanya merubah infrastruktur kota, Joker juga mampu menghancurkan visi manusia tentang idealisme dan otonomi.

Dalam kondisi mental yang labil akibat kehancuran wajahnya, Harvey Dent, justru berbalik melawan Batman dan tunduk pada prinsip Joker, “I had a vision, of a world without Batman. Joker telah merubah The White Knight menjadi The Two Face. Posisi Batman semakin sulit, pelik dan rumit. Belum lagi selesai dengan Joker, kini ia harus berhadapan dengan The Two Face.

Menarik bahwa pada pertempuran panjang antara Batman dan Joker, tak satupun yang musnah? Joker tetap dengan dandanan badutnya dan Batman tetap dengan kostum kelelawarnya.”. Meskipun saling beroposisi, keduanya menampilkan sesuatu sama yakni topeng. Keduanya, perlahan-lahan, membawa penontonnya pada sebuah permenungan tentang ”yang otentik”. Dalam arti tindakan, otentisitas berarti bahwa seseorang bertindak atas pertimbangan otonom. Dalam kamus otentisitas, tidak dikenal yang namanya “ikut-ikutan”.

MAU MEMBACA BATMAN-THE DARK NIGHT (PART 3)?
Silahkah tulis NAMA dan EMAIL di TARIGANISM CHAT. See ya...

  © Creative design by tariganism.com and Ourblogtemplates.com 2009

Back to tariganism's TOP