TEATER DRIYARKARA- RAPAT RAKYAT

Menjejakkan Filsafat dalam Rapat Rakyat

Ia dapat menjadi kepribadian yang kuat dan teguh dalam semua keadaan, akan tetapi, ia juga dapat menjadi perahu rusak yang dalam samudra kehidupan ini diombang-ambingkan gelombang berbagai macam kenafsuan. (Driyarkara)

Pada hari ini kami mementaskan sebuah RAPAT RAKYAT. Dibalik kata dalam gerak dan suara, RAPAT RAKYAT adalah serpihan-serpihan pengalaman. Pengalaman itu kaya dan beraneka, terentang dari jaman ketika penguasa tunggal berkuasa, sampai jaman ketika semua bebas bersuara. Dalam serpihan-serpihan pengalaman itulah banyak kali kami menemukan bahwa tanah tempat kaki berpijak tidak lebih dari sekedar arena pertarungan. Homo homini lupus, demikian Hobbes.

Minggu-minggu ini tampak dengan jelas apa yang kami ungkapkan sebagai arena pertarungan. Wajah-wajah “anonim” terpajang kacau balau; saling beradu jargon-jargon memikat yang katanya demi rakyat. Dalam hiruk-pikuk perebutan kekuasaan tersebut, kami bercermin dan mendapati wajah kami tampak pucat dan dingin. Cicero pada bagian akhir Imperium bertanya pada ajudannya, “Bagaimanakah generasi mendatang akan menilai generasi ini?”

Persis pada titik tersebut kami sampai pada kesadaran bahwa sejarah perpolitikan bangsa ini telah turut serta membentuk generasi kami yang sekarang. Namun demikian, kami tidak ingin menjadi manusia yang tak berdaya dalam rongrongan masa lalu. Kami ingin berada dalam proses menjadi, mengejar tujuan untuk menjadi pengada yang penuh. Seperti layaknya Demiurgos, sang tukang kayu, kami juga ingin mengukir dunia ini dengan tangan kami sendiri.

Voila, lihatlah “ukiran” RAPAT RAKYAT ini. Ia menunjuk pada sesuatu di luar dirinya. Ia mengarahkan tatapannya pada masing-masing dari kita yang mencari arti sebuah kepemimpinan. Dalam serpihan pengalaman-pengalaman yang kami temukan, kami bertanya, “Sosok pemimpin seperti apakah yang kami cita-citakan?” Kami akui, kami tidak mempunyai banyak contoh.

Kami tidak sedang menggambarkan kepemimpinan yang ideal. Namun, kami mencita-citakan sebuah pemimpin yang sungguh-sungguh dipersiapkan untuk mampu mengikat hati dan budi kami sebagai satu bangsa. Untuk itulah kami ingin menyerukan bahwa kita, tak satu pun terkecuali, bertanggung jawab untuk mempersiapkan pemimpin kita di masa depan. Betapa malangnya nasib kita, jika dipimpin oleh seseorang yang tanpa preparasi namun berambisi. Ijinkanlah kami bermimpi tentang pemimpin seperti yang kami cita-citakan.

Pementasan RAPAT RAKYAT ini, dalam arti terbatas, merupakan sebuah miniatur dari proses mewujudkan mimpi bersama. Pada awalnya, mimpi itu muncul ketika kami berhadapan dengan dua momen bersejarah dalam hidup kami. Pertama, Dies Natalis STF Driyarkara ke 40, kedua, PEMILU sebagai pesta demokrasi-semoga! Mimpi itu kemudian kami konstruksikan dalam suatu perencanaan dan kerja bersama selama berbulan-bulan. Tidak mudah memang, tetapi kami yakin dimana ada kemauan, di sana ada jalan. Kalau hari ini RAPAT RAKYAT bisa dipentaskan, itu membuktikan bahwa mimpi bersama, meskipun awalnya terlihat mustahil, pada akhirnya, mungkin!

Untuk seluruh kemungkinan tersebut, kami ingin menundukkan kepala dan mengucapkan syukur pada Dia yang kami percayai telah bekerja melalui berbagai cara. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada seluruh pihak yang telah dan selalu membantu serta menyemangati kami dalam merealisasi mimpi pementasan RAPAT RAKYAT ini. Kalian telah memberikan ruang pada kami untuk masuk dalam sebuah proses humanisasi. Dan untuk kawan-kawan yang telah berjerih payah membangun mimpi itu menjadi kenyataan…“HEY WE DID IT”.

Akhirnya, dalam perayaan Dies Natalis STF Driyarkara ke 40 ini kami mengundang semua saja untuk menyuarakan kembali refrain Mars STF Driyarkara, "Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara melangkah maju mengabdi sesama, banga kami dan penuh harapan mengagungkan nilai kemanusiaan."


Teriring salam,
Andi. T

  © Creative design by tariganism.com and Ourblogtemplates.com 2009

Back to tariganism's TOP