Anyway

Seorang teman sekaligus Guru pernah memberikan secarik kertas yang berisi demikian.....

People are illogical, unreasonable, and self-centered.
Love them anyway.

If you do good, people will accuse you of selfish ulterior motives.
Do good anyway.

If you are successful, you will win false friends and true enemies.
Succeed anyway.

The good you do today will be forgotten tomorrow.
Do good anyway.

Honesty and frankness make you vulnerable.
Be honest and frank anyway.

The biggest men and women with the biggest ideas can be shot down by the smallest men and women with the smallest minds.
Think big anyway.

People favor underdogs but follow only top dogs.
Fight for a few underdogs anyway.

What you spend years building may be destroyed overnight.
Build anyway.

People really need help but may attack you if you do help them.
Help people anyway.

Give the world the best you have and you'll get kicked in the teeth.
Give the world the best you have anyway..

Thanks for this "anyway". Hope I can think with this "anyway"

read more tariganism...

Selimut Perjumpaan

(sepenggal kisah peregrinasi)

Hari itu, Kamis 22 Januari 2004, hari kelima dalam perjalanan. Ah masih empat hari lagi, ucapku dalam hati. Pagi itu ketika saya dan Pram bangun, matahari sudah terlanjur merangkak naik. Perjalanan yang menegangkan dan melelahkan malam tadi telah membuat kami terlelap pulas. Semalam, kalau saja kami tidak melihat lampu templok di depan rumah Pak Sui, hampir pasti kami akan bermalam di gelap dan dinginnya hutan.

Begitu saya keluar dari kamar, terdengar suara Pak Suwi yang menyapa dari arah dapur. Tanpa ingin berlama-lama menahan hawa dingin yang semakin menusuk, kami segera bergabung mengelilingi tungku perapian di dapur. Tak berselang lama, Bu Suwi datang menyuguhkan kopi hangat dan ubi rebus untuk sarapan. Selepas sarapan, bak penumpang yang tidak ingin ketinggalan kereta, kami langsung mohon pamit untuk melanjutkan perjalanan.

Meskipun desa ini belum sama sekali dialiri listrik, namun kami merasakan sengatan kehangatan tak terlupakan dari Pak Suwi dan keluarga. Ketika waktu mendekati Pk.08.00 kami pamit meninggalkan desa Kesot dan melanjutkan perjalanan menuju Dieng.

Perjalanan menuju Dieng diwarnai dengan lalu lalang motor dan mobil yang cukup padat. Di kiri dan kanan jalan penuh motel dan rumah makan. Setting perjalanan hari ini bukan lagi jalan-jalan desa, melainkan tempat wisata.

Tak terasa kaki ini telah berjalan selama 10 jam. Kami tiba di Dieng pk.18.00. Karena urat-urat kaki mulai terasa menarik, ditambah lagi cuaca tiba-tiba mendung, kami putuskan untuk mencari tempat untuk menumpang tidur.

Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba kami berjalan beriringan dengan seorang Bapak. Sembari bertanya-tanya tentang jalan, kami juga bertanya adakah tempat untuk sekedar menginap malam ini. Bapak itu, lantas mengantar kami ke Rumah Pak Kadus. Ketika tiba di depan rumah Pak Kadus, seorang ibu muda berjilbab membukakan pintu bagi kami. Kemudian kami tahu bahwa Ibu yang berjilbab itu adalah isti Pak Kadus. Kami dipersilahkan masuk dan menanti kedatangan Pak Kadus yang saat itu sedang tidak di rumah.

Saat memasuki rumah itu, aku merasa masuk dalam dunia yang asing. Tampak luar, rumah ini sama saja dengan rumah-rumah lain. Namun, tampak dalam? Sungguh, belum pernah kumasuki rumah seperti ini. Pintu-pintu antar ruangan berbentuk kubah Masjid, dinding-dinding penuh terisi dengan ukiran-ukiran bertuliskan huruf-huruf arab. Di sisi lain, bingkai photo-photo para Kyai terpampang gagah dengan pakaian kebesarannya. Sesaat rasa itu tercampur, antara kagum, terasing dan juga was-was.

Ketika saya masih termangu menanti kedatangan Pak Kadus, tiba-tiba terdengar suara seorang lelaki yang memberi salam dari luar, “Assalamu alaikum”. Benar seperti dugaanku, Pak Kadus itu memelihara jenggot panjang, mengenakan peci hitam, baju koko dan sarung. Kesan pertama, wajah itu jauh dari kesan ramah. Wah salah rumah nih, kataku dalam hati....

Acara interogasi kini dimulai. Ya, ini lebih tepat dikatakan interogasi ketimbang sekedar tanya-jawab. Kebetulan saat itu teman Pak Kadus juga datang, penampilan luarnya tidak jauh beda dengan Pak Kadus. Pak Kadus memperkenalkan namanya, Usman Ali.

Setelah kami juga memperkenalkan diri, kami mengungkapkan keingian kami untuk menginap semalam di desa ini. Sejak itu, hawa dingin pegunungan Dieng jadi terasa kian panas, mungkin karena nada pertanyaan semakin lama semakin meninggi. Pertanyaan Koramil saat kami diinterogasi di deareh Sukorejo pun tidak separah ini. Raut wajah yang menelisik dan penuh curiga membuatku semakin terpojok dan tidak nyaman. Pertanyaan puncak yang diajukan oleh Pak Usman, “Sebenarnya kalian sedang apa? Berjalan kaki berhari-hari tanpa bekal apapun? Saat itu kami sungguh kehabisan akal untuk menjawab.

Ketika kami mulai saling pandang, ia meminta KTP kami....

Sesaat setelah melihat KTP, wajah Pak Usman Ali berbicara lain. Apakah karena tempat tanggal lahir? Ah tidak mungkin. Apakah karena alamat? Ah tidak mungkin. Apakah karena photo? Ah itu lagi, mustahil. Lalu mengapa raut wajahnya tiba-tiba berbeda? Aku bertanya dalam hati, ada apa dengan KTP? Terakhir ia bertanya, agama kalian Katolik? Apakah karena agamaku tertulis Katolik, lalu ia berubah? Entahlah, aku tidak ingin berspekulasi untuk itu? Yang pasti, teh manis hangat dan kue-kue kecil pun mulai terhidang menghangatkan suasana malam itu. Interogasi pun berhenti begitu saja karena makan malam tiba-tiba sudah tersedia...ah akhirnya makan juga setelah seharian hanya makan sekali.

Pak Usman mulai bercerita lepas, penuh senyum tentang ia dan keluarganya. Bagiku, ada dua hal yang mengesan dari Pak Usman. Pertama, momen perubahan dari wajah interogatif yang jauh dari kesan ramah menjadi wajah seorang saudara yang tersenyum bersahabat. Kedua, Pak Usman yang secara tampilan luarnya identik dengan kelompok Islam garis keras ternyata mempunyai sisi lain yang kadang ku tak mengerti. Sungguh, Ia berkisah tentang sebuah hidup.

Malam sudah mulai larut. Ia mempersilahkan kami untuk tidur di kamar, persisnya di sebelah ruang tamu. Sebelum tidur ia mengatakan bahwa bukan maksudnya mengawasi kami, tetapi sebagai laku-tapanya ia memang tidak pernah tidur malam. Baginya, tidur adalah siang hari.

Waktu itu sekitar pk 02.00 dini hari. Aku tidak tertidur pulas seperti malam sebelumnya. Aku merasa ada bayang-bayang yang mendekati kami.... ya orang yang mendekati tempat tidur kami.

Aku membuka sedikit mataku dan melihat sendiri apa yang dilakukan Pak Usman. Ia berjalan pelan, takut kalau membangungkan kami. Ia MEMBENTANGKAN SELIMUT TEBAL di tubuh kami yang kumal ini.
What a suprise...Bagaimana mungkin? Dia? Menyelimuti kami? Orang yg baru dikenalnya beberapa jam lalu?

Dinginya Dieng di malam hari tidak terasa lagi.

Pak Usman dan selimutnya telah menggoreskan arti sebuah perjumpaan. Sekat-sekat ideologis dan identifikasi sekterian yang kadangkala memisahkan manusia satu dengan manusia lain ternyata begitu saja mencair dalam sebuah perjumpaan hidup. Ya, manusia sebagai manusia telah berjumpa dalam perayaan hidup.

Kalau Seyyed Hossein Nasr pernah MENULIS buku berjudul THE HEART OF ISLAM, saya pernah MERASAKAN pengalaman yang berjudul THE HEART OF ISLAM.

Akhirnya, perjalanan sembilan hari—-dengan hanya berbekal baju yang melekat di tubuh--telah membuka beragam perjumpaan. Dari hari ke hari, dari satu tempat ke tempat lain, Sang Ada itu telah hadir dan menemani langkahku melalui saudara-saudaraku manusia, siapa pun dia.


read more tariganism...

Aku yang Menjawab

Manusia hanya terus dan terus melontarkan pertanyaan tentang hari esok. Tetapi mereka malas untuk manjawabnya sendiri karena memang menjawab tidak mungkin jika tanpa usaha. Tibalah saatnyalah manusia bangun dari tidur kemalasannya. Kebahagiaan dan kebaikan sejati jangan terus menerus dibiarkan menjadi kerinduan. Kebahagiaan dan kebaikan sejati tidak datang dengan sendirinya. Kebahagiaan dan kebaikan sejati bukanlah warisan dari alam yang kita tempati ini. Itu semua harus diusahakan.

Konsep alam sebagai Ibu pengasih lagi penyayang rasanya perlu dipertanyakan ulang. Konsep alam yang akan menyediakan segalanya justru akan membius manusia dalam ruang kemalasan dan kemanjaan. Kemalasan dan kemanjaan itulah yang membuat manusia berhenti pada bertanya dan bertanya tanpa merasa perlu untuk jawabannya.

Tepatlah bila dikatakan bahwa alam ditempatkan sebagai Ibu Guru. Alam mengajar manusia untuk berkembang menjadi dirinya sendiri. Memang alam memberikan eksistensinya pada manusia tetapi tidak berarti ia menggendong terus menerus manusia-manusia yang hidup di dalamnya. Manusia harus berjalan dengan kakinya sendiri.

Dengan tidak menyodorkan kemudahan-kemudahan, alam mendidik manusia untuk berusaha menentukan jalan hidupnya sendiri. Manusia tidak akan mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan kecuali manusia sendirilah yang menciptakan dengan hati dan budinya. Dengan hati dan budi itu pulalah manusia mengatasi individualitasnya dan menjalin relasi dengan sesamanya untuk mencapai masa depan damai yang dicita-citakan bersama.

Perdamaian sebagai harapan universal merupakan tanggung jawab manusia untuk mewujudkannnya. Banyak kali yang terjadi justru kebalikannya. Korban perang di berbagai belahan dunia tak henti-hentinya berjatuhan. Konflik-konflik kepentingan melahirkan perampasan hak-hak asasi manusia. Tuhan menjadi legitimasi untuk bertikai. Alam yang seharusnya menjadi panggung kemanusiaan berubah menjadi pentas pembantaian. Labirin masalah dalam hidup ini telah memupus semangat manusia-manusia di dalamnya untuk menjawab pertanyaan tentang hari esok.

Akulah yang seharusnya menjawab pertanyaan tersebut. “Sapere Aude!—have courage to use your own reason”, kata seorang filsuf dari kota Koningsberg. Bangun, bangun! Saatnyalah membangunkan manusia-manusia yang selama ini telah meliburkan hati dan budinya. Sebagian bahkan telah membiarkan orang lain berfikir untuk dirinya. Entah kenapa banyak yang merasa nyaman jika orang lain yang berfikir untuk dirinya, meskipun dia tidak tahu apakah itu pas untuknya. Bukankah dengan membiarkan orang lain berfikir untuk diriku, aku telah manggadaikan masa depanku kepada orang lain?


Manusia adalah sang penjawab. Perjalanan menuju tercapainya sebuah jawaban hanya dapat dilakukan oleh manusia dengan kemampuan hati dan budinya. Hari esok yang didambakan bukanlah titipan nenek moyang.

Hari esok menanti manusia-manusia yang siap sedia bertindak. Harapan akan hari esok yang lebih baik akan menjadi nyata hanya jika manusia BERTINDAK dalam KEPERCAYAAN bahwa hal itu mungkin terwujud dengan segenap hati dan budi. Tindakan dan kepercayaan itulah yang akan mengantar manusia pada masa depannya yang sejati dimana kemanusiaan tidak lagi tertindas dan terinjak-injak oleh para perancang pertikaian.


read more tariganism...

Aku yang Bertanya

Berakhirnya perjalanan 365 hari umumnya kita sebut sebagai satu tahun. Tahun adalah satuan waktu yang berarti bagi setiap manusia. Pada tahun yang baru perhitungan hari kembali dimulai dari angka satu pada bulan yang pertama. Bukan sekedar perhitungan perputaran bumi, angka 365 memiliki kenangan yang tidak bisa begitu saja dilupakan. Langkah-langkah lelah dan lompatan-lompatan riang tergambar kembali di hadapan mata. Ketika serpihan-serpihan keberhasilan bersatu dalam angan, manusia enggan melangkah maju untuk meninggalkan tahun yang lama. Sebaliknya, jika pengalaman-pengalaman kelabu ganti masuk dalam kesadaran, ingin rasanya manusia cepat-cepat meninggalkannya; tidak betah kalau harus tetap tinggal di dalamnya.

Detik pertama seakan menghadirkan sebuah energi baru yang membuat segalanya menjadi berbeda. Tetapi, benarkah seperti itu? Bukankah pergantian detik dari hari satu ke hari yang lain adalah hal yang sangat biasa yang kita alami?

Mau tidak mau, suka tidak suka, waktu tidak dapat sejenak berhenti menanti manusia yang sedang bermenung. Detik yang baru harus segera disongsong. Dalam segala permenungan pengalaman yang telah berlalu manusia mulai ragu dan bertanya, “Seperti apakah hidup di depan nanti? Hanyakah semuanya menjadi ulangan keterpurukan semata atau adakah terbentang janji manis untuk ditelusuri?”

Pertanyaan itu jelas butuh jawaban. Jawaban yang jelas dan lugas adalah yang dibutuhkan manusia jaman ini. Semakin tidak jelas, semakin manusia tidak akan percaya.

Tetapi, siapakah yang dapat secara jelas dan lugas menjawab pertanyaan itu? Hari esok bukanlah kalkulasi rumus matematis yang bisa dikaji dan diuji.

Hari esok menyimpan sifat misteri yang tidak terpisahkan pada dirinya. Adakah orang yang mampu melihat berapa banyak titik dan koma yang akan kutulis pada hari esok? Adakah seseorang dengan kartu-kartu ajaibnya mampu menelanjangi duniaku yang akan datang? Mengapa juga orang lain tampak lebih berwenang untuk menjawabnya?


read more tariganism...

Metafisika, Mungkinkah?

Menyelidiki Kemampuan dan Batas Akal Budi Untuk Menilai Posisi Metafisika Dalam Pemikiran Immanuel Kant

Kant: Sejarah Singkat
Immanuel Kant terlahir pada tanggal pada tanggal 22 April 1724 di Koningsberg (sekarang berada di wilayah Rusia). Di tempat inilah Kant kemudian menghabiskan seluruh perjalanan hidupnya. Ia menjalani pendidikan awalnya pada tahun 1731-1740 di Collegium Fridericianum. Pada tahun 1740 Kant melanjutkan studinya di universitas di kota yang sama. Tokoh yang secara signifikan mempengaruhi pemikiran Kant ialah Martin Knutzen, seorang profesor logika dan metafisika. Knutzen sendiri adalah murid dari Wolff—seorang penganut rasionalisme.

Kant mempelajari beragam ilmu, mulai ilmu pengetahuan alam, astronomi, matematika sampai filsafat. Setelah menyelesaikan doktoratnya pada tahun 1755, Kant memulai karyanya sebagai privatdozent. Pada tahun 1770 Kant memperoleh gelar profesor dalam bidang logika dan metafisika di Universitas Koningsberg. Selama masa hidupnya Kant menulis beragam tulisan, salah satunya yang paling berpengaruh besar dalam sejarah pemikiran filsafat ialah Critique of Pure Reason (1781).

Kemampuan dan Batas-Batas Akal Budi
Untuk memahami metafisika Kant, pertama-tama perlulah dilihat dua aliran pemikiran sebelumnya yang membicarakan tentang asal muasal pengetahuan manusia. Dua aliran pemikiran itu adalah rasionalisme dan empirisme.


Yang pertama beranggapan bahwa sumber pengetahuan ialah rasio. Dengan itu rasio mendahului atau unggul atas dan bebas dari pengamatan dari indrawi. Mereka yang berada pada jalur ini ialah Descartes (1596-1650), Spinoza (1632-77), and Leibniz (1646-1716). Sedangkan yang kedua beranggapan bahwa pengetahuan bersumber dari pengalaman. Bukanlah rasio yang menjadi menjadi sumber utama melainkan pengalaman indrawi. Beberapa tokoh empirisme ialah Locke (1632-1704), Barkeley (1685-1753) dan Hume (1711-1776). Kant sendiri bukanlah seoarang rasionalis ataupun empiris. Karyanya yang paling masyur justru mensintesiskan keduanya, antara rasionalisme dan empirisme.

Kant mengatakan filsafatnya sebagai filsafat kritis. Yang dimaksud oleh Kant dengan filsafat kritis ialah filsafat yang pertama-tama menyelidiki kemampuan dan batas-batas akal budi (rasio). Kritisisme itu sendiri dipertentangan dengan dogmatisme, yakni pandangan yang begitu saja percaya pada kemampuan dan batas-batas akal budi tanpa melakukan penyelidikan terlebih dahulu terhadapnya.

Penyelidikan kemampuan dan batas-batas akal budi (ratio)
Dalam Critique of Pure Reason (1781) Kant membedakan tiga macam putusan yakni :
1. Putusan sintesis (aposteriori): dalam putusan ini predikat berhubungan dengan subyek berdasarkan pengalaman indrawi. Misalnya, hari ini panas. Pengetahuan kita akan hari yang panas adalah hasil observasi indrawi kita setelah pernah mengalami hari-hari yang lain.
2. Putusan analitis (apriori): dalam putusan ini predikat sudah termuat dalam subyek. Predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subyek. Predikat itu diketahui melalui analisa terhadap subyek. Misalnya, lingkaran itu bulat. Pengetahuan kita tentang lingkaran itu bulat tidaklah diasalkan dari pengalaman, melainkan dari analisa terhadap subyek.
3. Putusan sintesis apriori: putusan ini dapat dilihat dalam contoh kalimat, ”segala sesuatu ada sebabnya”. Dalam putusan ini memang predikat merupakan hasil sintesis (dalam arti menambahkan sesuatu yang baru pada subyek). Tetapi, putusan ini tidak diperoleh dari pengalaman melainkan diketahui secara apriori, walaupun bukan diperoleh dengan jalan menganalisa subyek. Dalam ranah pengetahuan matematis putusan sintesis apriori ini mungkin terjadi. Lalu bagaimana dengan metafisika? Apakah metafisika bisa menghasilkan sebuah putusan sintesis apriori?

Untuk menjelaskan tentang bagaimana terjadinya putusan sintesis apriori itu, Kant melakukan penyelidikan terhadap taraf-taraf pengetahuan pada akal budi manusia.
1. Pada taraf indra
Bagi Kant dalam sebuah penampakan obyek terdapat dua unsur yaitu forma dan materi. Pada taraf ini unsur materi adalah isi dari penampakan obyek tersebut (obyek yang tampak). Obyek tersebutlah yang membuat dirinya tampak, maka aposteriori. Sedangkan unsur forma adalah apa yang terdapat pada subyek yang memungkinkan subyek mengalami penampakan obyek. Sekali lagi unsur forma tidak bersal dari luar subyek, maka dari itu apriori. Kant mengatakan dua unsur apriori pada taraf ini ialah ruang dan waktu. Data-data inderawi yang kita tangkap selalu berada dalam kategori ruang dan waktu. Namun, penangkapan itu belumlah dapat dikatakan sebagai pengetahuan melainkan pengalaman. Ini artinya pengalaman terjadi atas dari penggabungan antara materi (data-data indrawi) dan forma (ruang dan waktu).

2. Pada taraf Verstand

Pada taraf indra meskipun hasil dari sebuah sintesis, tetapi belum merupakan sebuah pengetahuan. Pada taraf ini Kant ingin menjelaskan data-data indrawi itu menjadi sebuah pengetahuan. Menurut Kant dalam diri subyek terdapat dua kemampuan. Pertama, kemampuan untuk menerima data-data inderawi dan kedua, kemampuan untuk membentuk konsep. Kemampuan untuk mengindrai disebutnya sebagai sensibilitas sedangkan kemampuan untuk membuat konsep disebutnya sebagai verstand.
Ketika saya melihat sepeda, misalnya, sebenarnya yang terlihat hanyalah penampakan-penampakan dari ragam komponen sepeda. Data-data inderawi itu disusun dalam akal (verstand) sehingga menjadi sebuah gambaran sepeda yang utuh. Meskipun kita dapat mengindrai sebuah gambaran utuh tetapi kita belum memiliki pengetahuan terhadapnya. Untuk memiliki pengetahuan tentang penampakan itu, subyek harus berfikir. Berfikir bagi Kant adalah menyusun putusan. Dalam keputusan terjadi sebuah sintesis antara penampakan dengan unsur-unsur apriori akal (verstand). Unsur apriori itu adalah kategori-kategori. Kategori-kategori inilah yang membuat penampakan-penampakan itu diketahui oleh subyek. Atau dengan kata lain, tanpa adanya kategori-kategori ini subyek hanya mampu mengindrai penampakan tanpa memiliki pengetahuan terhadapnya.

Kant mengajukan dua belas kategori. Keduabelas kategori inilah yang menjadi syarat diketahuinya sebuah penampakan.
A. Kuantitas
1. Kesatuan/unitas
2. Kemajemukan/pluralitas
3. Keseluruhan/Totalitas
B. Kualitas
1. Realitas
2. Negasi
3. Limitasi
C. Relasi
1. Substansi
2. Kausalitas
3. Komunitas
D. Modalitas
1. Kemungkinan-kemungkinan
2. Eksistensi – Non-eksistensi
3. Keniscayaan – Kontigensi

Keduabelas kategori ini dapat digambarkan sebagai sebuah kaca mata merah (perumpamaan ini bukan dari Kant). Ketika seseorang menggunakan kaca mata merah, segala sesuatu yang dilihatnya tampak berwarna merah. Tentu saja benda-benda itu tidak berwarna merah. Tetapi kita tidak dapat melihat segala sesuatu itu tanpa kaca mata merah itu, karena kaca mata merah itu sudah melekat dalam pada diri kita. Kaca mata merah itu adalah kategori-kategori yang menjadi unsur apriori pada taraf akal (verstand) ini. Pada taraf ini ditunjukkan bahwa akal (verstand) bersifat konstitutif terhadap obyek. Konstitutif itu berarti bahwa bukan pikiran yang menyesuaikan dengan obyek, melainkan obyek sendirilah yang menyesuaikan dengan pikiran. Jadi, bukan adaequatio intellectus ad rem (kesesuaian intelek dengan realitas), melainkan adaequatio rei ad intellectum (kesesuaian realitas dengan intelek). Bagi Kant yang dapat kita ketahui adalah penampakan (fenomena). Sedangkan benda pada dirinya sendiri, das ding an sich (numena) tidak dapat kita ketahui.


3. Pada taraf Vernunft
Tidak berhenti pada taraf akal (verstand), proses pengetahuan berlanjut pada tahap budi (vernunft). Istilah budi (vernunft) ini mengacu pada kemampuan lain yang lebih tinggi dari pada akal (verstand). Berbeda dengan akal (verstand) yang sifatnya konstitutif, budi (vernunft) berfungsi mengatur (regulatif) dan menggabungkan putusan-putusan yang dihasilkan oleh akal (verstand). Kesatuan putusan yang dihasilkan dalam bentuk argumentasi itu bersifat murni dan tidak berasal dari pengalaman. Budi (vernunft) sama sekali tidak berhubungan dengan hal-hal yang empiris dan dengan itu pengetahuan kita tidak diperluas.

Jika pada tahap akal (verstand) yang menjadi unsur apriori adalah kategori-kategori, pada tahap budi (vernunft) ini yang menjadi unsur apriori adalah tiga idea rasio murni, yaitu:
1. Idea Jiwa. Idea ini menjadi penjamin kesatuan akhir dalam seluruh pengalaman subyek (batiniah) dalam hubungannya dengan diri sendiri.
2. Idea Dunia. Idea ini menjamin kesatuan akhir dalam hubungan-hubungan kausal dalam penampakan obyek (lahiriah).
3. Idea Allah. Idea ini menjamin kesatuan akhir dari segala sesuatu yang dapat dipikirkan baik yang tampak (lahiriah) ataupun yang tidak tampak (batiniah).

Idea-idea ini bukanlah tentang kenyataan-kenyataan empiris dan juga tidak berhubungan langsung dengan obyek-obyek empiris. Maka dari itu, ketiga idea tersebut tidak memberikan suatu pengetahuan tentang obyek, tetapi merupakan aturan-aturan rasio yang menjamin kesatuan akhir dalam ranah gejala-gejala lahiriah, ranah gejala-gejala batiniah dan ranah gejala-gejala segala yang tampak dan yang tidak tampak.

Tanggapan Kant terhadap metafisika tradisional

Merujuk pada penjelasan Kant mengenai Idea-Idea murni, pemikiran metafisika tradisional jelas tidak dapat dibenarkan. Dalam pemikiran metafisika tradisional ketiga idea ini (Jiwa, Dunia dan Allah) dipandang sebagai gagasan tentang sesuatu benda yang berada. Metafisika tradisional itu menempatkan kategori-kategori akal, misalnya kausalitas, pada idea Allah.

Kategori-kategori—yang merupakan unsur apriori pada tahap akal (verstand)—seharusnya bersintesis dengan penampakan-penampakan inderawi untuk menghasilkan sebuah putusan. Jika kategori-kategori akal (verstand) diterapkan pada idea Allah—yang adalah idea murni—maka metafisika telah melampaui kemampuan dan batas-batas pengetahuannya. Dengan itu berarti m

Metafisika tradisional tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Beruntunglah bahwa metafisika tidak bersifat ”pengetahuan”, karena katanya, ”saya harus menggali pengetahuan dari bawah untuk menciptakan ruang bagi iman.”

Kesimpulan
Dengan pembedaan tiga jenis keputusan dan dengan proses mengetahui dalam tiga tingkatan tersebut, akhirnya dapat disimpulkan bahwa metafisika Kant adalah sebuah usaha untuk membuktikan bahwa sebuah pengetahuan itu mungkin. Dan dengan penyelidikannya terhadap kemampuan dan batas-batas akal budi tersebut, ia mensistesiskan rasionalisme dan empirisme sekaligus menolak paham metafisika tradisional.


read more tariganism...

Kant on History

Sebuah Deskripsi tentang Filsafat Sejarah Kant

I. Pendahuluan
Abad ke-18, the age of reason, acapkali dipandang sebagai jaman yang kurang memperhatikan sejarah, “lacking a historical sense”. Anggapan tersebut tidak cukup beralasan. Tidak hanya memiliki sejarawan besar seperti Voltaire, Gibbon, pada jaman aufklarung ini tidak sedikit filsuf yang memberikan perhatiannya pada tema-tema kesejarahan. Kata filsafat sejarah itu sendiri pertama kali ditemukan dalam tulisan-tulisan Voltaire.

Filsafat sejarah dalam arti modern memiliki dua telaah, pertama ialah telaah kritis dan kedua ialah telaah spekulatif. Dengan telaah kritis yang dimaksud ialah penelitian epistemologis historiographi. Penekanan pada telaah ini ialah bagaimana mekanisme atau cara kerja ilmu sejarah itu sendiri. Sedangkan dengan telaah spekulatif yang dimaksud ialah pencarian arti dan makna sejarah; makna sejarah yang mempengaruhi bingkai manusia melihat dirinya dan dunia tempat dia hidup.

Salah satu filsuf yang memberi pengaruh besar dalam filsafat sejarah kritis ialah Immanuel Kant (1724-1804). Ia menulis beberapa karangan dengan tema kesejarahan. Dua tulisannya yang akan dibahas dalam dalam tulisan ini adalah What is Enlighment dan Idea for a Universal History From A Cosmopolitan Point of View. Pada Paragraf pertama dalam What is Enlighment ia menuliskan “Sapere Aude!” have courage to use your own reason.

Dengan slogan ia ingin mengkritik sekaligus membangunkan manusia-manusia yang selama ini telah meliburkan otaknya dan membiarkan orang lain berfikir untuk dirinya. Slogan ini lah yang akan menjadi fondasi Kant untuk melihat sejarah manusia dan sejarah universal.

II. Filsafat Sejarah Kant

Latar Belakang Pemikiran Kant
Untuk memahami cara Kant melihat sejarah perlulah pertama-tama dipahami tiga tema besar pemikiran filsafat kritisnya. Ketiga hal itu ialah mekanisme sebab-akibat, keunggulan akal budi dan prinsip regulatif teleologi.

Dalam Kritik atas Rasio Murni dan Prolegomena Kant berpandangan bahwa dunia yang kita kenal ini merupakan sebuah sistem gejala dibawah hukum-hukum. Pemahaman kita mengenai dunia gejala tercipta karena akal budi manusia memberikan hukum-hukum a priori terhadap penampakan-penampakan yang kita terima melalui panca indera.

Hukum-hukum itulah yang menjaga jalannya mekanisme sebab-akibat pada alam semesta ini. Hukum ini yang merubah“rhapsody of sensations” menjadi tatanan alam semesta yang teratur seperti yang kita tangkap. Persis layaknya gejala alam: rotasi matahari dan bulan yang dapat diprediksi, predictable, begitu jugalah pengalaman-pengalaman manusia. Segala sesuatu telah ditentukan dalam hubungan sebab-akibat yang terprediksi. Tidak ada sesuatu pun yang terjadi secara kebetulan.

Dalam Kritik atas Rasio Praktis dan the Foundations of the Metaphysics of Morals Kant mengajukan bahwa tindakan-tindakan manusia berada di bawah kewajiban-kewajiban mutlak. Kewajiban bagi Kant adalah keharusan tindakan demi hormat terhadap hukum. Kata hukum yang dipakai di sini menunjuk pada prinsip obyektif dan rasional bagi tindakan yang harus dijalankan lepas dari segala macam perasaan subyektif. Pada tahap ini ia ingin berbicara bahwa akal budi adalah landasan utama dari moralitas. Hukum moral dalam diri manusia tidak berasal dari alam ataupun dari Tuhan, melainkan dari akal budi. Dengan itu, hukum moral ini dapat dipertanggung-jawabkan secara rasional.

Dalam The Critic of Judgement Kant mengemukakan bagaimana penggunaan “konsep tujuan” secara tepat. Meskipun konsep tujuan tampak asing dalam dunia fisik, bagi Kant, konsep tujuan merupakan hal yang essensial untuk tindakan-tindakan moral manusia yang telah dibahas dalam akal budi praktis. Tujuan merupakan prinsip regulatif penting untuk membuat interpretasi terhadap alam dan sejarah. Jika interpretasi teleologi alam menjadi tersistematisasi maka pastilah terdapat sebuah tujuan final. Tujuan akhir inilah yang membuat dunia menjadi terorganisasi, terorientasi dan tidak hanya menjadi dunia benda-benda yang tak berujung. Tujuan akhir itu ditemukan Kant dalam diri manusia; manusia yang secara rasional membuat dan mentaati hukum moral di dunia yang tak berarti. Dengan ini dunia haruslah diinterpretasikan sebagai tingkatan untuk evolusi moral dan tindakan manusia.

Kaitan Filsafat Kritis dengan Filsafat Sejarah

Dimanakah letak kaitan antara pemikiran filosofis Kant, di satu sisi, dengan sejarah di sisi lain. Sejarah bukanlah pengetahuan a priori seperti yang terdapat dalam filsafat kritis Kant, melainkan rangkaian kejadian-kejadian manusia secara empiris. Dalam ilmu pengetahuan, manusia dipandang sebagai manusia temporal yang bertindak dibawah hukum-hukum alam. Sedangkan manusia dalam filsafat moral diasumsikan sebagai manusia non-temporal yang memiliki kebebasan sejati. Tetapi, setiap tindakan manusia, termasuk tindakan moral, bagaimanapun juga tidak bisa dilepaskan tempat atau pentasnya di dunia fisik yang dipelajari oleh ilmu pengetahuan. Pada titik inilah filsafat sejarah kritis Kant meneliti manusia yang awalnya hanya menjadi bagian dari mekanisme alamiah sebab-akibat kemudian menjadi manusia pencipta yang menjadi bagian masyarakat dalam dunia kebudayaan.

Lepas dari ketertarikannya dalam fakta-fakta sejarah dan pergerakan-pergerakan progresif di jamannya, Filsafat sejarah kritis Kant haruslah ditempatkan sebagai hubungan konseptual antara pandangan Kant mengenai dunia fisik dan dunia moralitas.
Dalam tulisannya Idea for a Universal History From A Cosmopolitan Point of View terdapat satu hal yang bisa dilihat dengan mudah, di satu sisi, tetapi tidak mudah di sisi lain. Dengan mudah dapat dilihat bahwa Kant memproyeksikan sebuah Idea atau proposal sejarah yang kemudian dapat ditindaklanjuti oleh sejarawan-sejarawan dalam proses penelitian sejarah universal manusia di kemudian hari. Sesuatu yang tidak mudah ialah memberikan arti pada kata “Idea”. Kata idea digunakan secara teknis dan mempunyai arti yang sangat ketat. Istilah idea ini diambilnya dari perbendaharaan Plato. Bagi Plato idea merupakan sebuah objek dari rasio murni dalam dunia noumena dimana panca indera berpartisipasi dengan meniru. Sedangkan bagi Kant, idea merupakan ciptaaan akal budi manusia. Idea inilah yang berperan sebagai penuntun bagi pengetahuan teleologi dan bagi pengalaman praktis ataupun moral.

Idea bisa bersifat teoritis maupun praktis. Konsep teleologi merupakan idea teoritis. Konsep teleologi ini mengatur pencarian-pencarian dan memimpin kita untuk menemukan penyebab-penyebab, meskipun penjelasan dalam arti tujuan hanya akan sampai pada penemuan mekanisme sebab-akibat. Sedangkan konsep-konsep tujuan moral dan kesempurnaan yang harus dicapai manusia melalui tindakannya sendiri adalah idea praktis. Mengenai idea kebaikan ia mengatakan bahwa bentuk kebaikan yang pasti dan jelas tidak berasal dari sejarah melainkan dari kerja akal budi. Idea kebaikan ini, pertama, merupakan standar untuk menilai semua ketidaksempurnaan tindakan manusia dan, kedua, merupakan arketipe yang harus dibatinkan dalam karakter kita sebagai manusia. Berbeda dengan Kant, bagi Plato idea kesempurnaan masyarakat tidak pernah terjadi dan tidak akan terjadi di dunia ini.

Kata Idea dalam judul tersebut mempunyai arti: bukan sinonim dari pertimbangan atau pandangan melainkan sebuah model atau bentuk sejarah. Sebagian Idea ini termanifestasi dalam proses historis aktual; sesuatu yang dapat dilihat dan menjadi dasar bagi sejarawan yang kemudian menulis sejarah.

Alam, Negara dan Liga Bangsa-Bangsa
Kata Idea yang digunakan Kant dalam tulisannya meskipun berbentuk tunggal, tetapi memiliki tiga arti fundamental dalam semua tulisan-tulisan sejarahnya. Ketiga arti tersebut ialah Alam, sebagai Idea teoritis, Negara dan Liga Bangsa-Bangsa, keduanya sebagai Idea praktis.

Alam sebagai sebuah Idea bukan sekedar bagian dari mesin fisika dan astronomi yang bekerja berdasarkan hukum kausal. Alam merupakan sebuah kesatuan organik dimana satu bagian saling berhubungan dan tidak bisa dilepaskan satu dengan yang lain. Untuk itulah pemahaman komprehensif penting untuk mengetahui alam ini.

Setelah melihat alam secara komprehensif dalam determinisme kausal, ia mencoba melihat pandangan klasik mengenai konsep alam sebagai rahim sejarah; sebagai tempat untuk kehidupan manusia. Dalam pandangan klasik kejatuhan manusia diinterpretasikan murni secara alamiah dan originalitas kebudayaan manusia tercipta bagitu saja tanpa adanya sebuah konsensus bersama diantara manusia. Bagi Kant alam adalah ibu atau lebih tepatnya ibu tiri manusia. Alam tidak membuat kemudahan-kemudahan bagi manusia untuk berkembang. Memang alam memberikan eksistensinya pada manusia tetapi tidak berarti alam memanjakan manusia-manusia yang hidup di dalamnya. Singkatnya, dengan tidak memberikan banyak kemudahan, alam memberikan peluang bagi manusia untuk berusaha dan menentukan jalan hidupnya sendiri. Manusia tidak akan mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan kecuali manusia secara independen menciptakannya dengan akal budinya.

Idea kedua ialah civil society. Konsep teleologi menunjukkan bahwa alam ini tidak mengahasilkan sesuatu yang sia-sia karena semuanya akan mencapai kepenuhannya. Pada diri manusia, Akal budi tidak diberikan secara alamiah untuk membuat manusia bahagia. Akal budi haruslah mencari fungsi dan perannya yang sesuai dalam kehidupan manusia. Kant menolak kriteria eudamonistik sebagai sebuah kemajuan masyarakat dan menggantikannnya dengan kriteria tingkatan dimana akal budi dikembangkan dan dilatih sebagai alat kebudayaan dan sumber moralitas. Masyarakat dan kebudayaannya bukan sekedar buah dari akal budi tetapi juga kondisi dimana akal budi mencapai kepenuhannya.

Alam menginginkan bahwa manusia dapat menyempurnakan sesuatu yang tidak bisa diberikan alam, yakni kebudayaan dan kehidupan bersama dibawah hukum rasional. Menjadi jelas bahwa tugas manusia ialah menciptakan suatu kehidupan masyarakat bersama yang ditata menurut hukum-hukum rasional berdasarkan akal budi. Dengan menggagas kehidupan bersama berdasarkan hukum rasional itulah manusia mengatasi sifat individualistis yang terdapat dalam dirinya.

Terciptanya kehidupan bersama ternyata juga menciptakan masalah baru, yakni bahwa pemegang aturan dalam hidup bersama tidak lebih daripada seorang monster. Monster ini mengekang manusia untuk menggunakan akal budi mereka secara maksimal. Itu semua dilakukan untuk mengontrol penuh anggota-anggotanya. Bagi jaman pencerahan, strong government, di satu sisi, merupakan sebuah kondisi dan, di sisi lain, merupakan sebuah resiko atau ancaman. Strong gevenment yang menjamin pengembangan cakupan intelektual dan tanggung-jawab kebebasan tanpa menghilangkan stabilitas masyarakat yang adil adalah hal yang harus dicapai oleh sebuah masyarakat.

Pencapaian penuh pemerintah akan tampak dalam kondisi dimana masing-masing individu dapat secara bebas mengekspresikan kepercayaannya dan sekaligus tidak terkekang dalam proses mengetahui. Tidak hanya mendirikan sebuah pemerintah yang kuat, tugas manusia selanjutnya ialah pendirian sebuah kesatuan universal demi mencapai perdamaian yang menyeluruh. Inilah Idea dari Liga Bangsa-Bangsa. Kant melihat bahwa perang merupakan lanjutan dari politik yang seringkali terjadi karena tujuan-tujuan yang tidak penting yang mengakibatkan perampasan hak-hak manusia. Alam menggunakan perang sebagai instrumen untuk menyebar manusia ke seluruh bumi dan menjadikan manusia sebagai komunitas yang tersebar luas. Manusia, untuk itu, mempunyai tugas untuk memberikan jaminan atas penghentian perang. Manusia harus mengatur diri mereka sendiri supaya hak-hak mereka tidak lagi ditindas dan diinjak-injak oleh para perancang perang. Sebuah persekutuan bangsa-bangsa akan membuka peluang bagi kesatuan universal antara dimana akan terjadi perdamaian abadi dan secara secara bertahap juga akan mereformasi sistem-sistem yang tidak menguntungkan kehidupan bersama.

Apakah pada waktu masa yang akan datang alam mampu membuat manusia menjadi manusia moral? Kualitas moral manusia adalah sesuatu yang berada di luar kemampuan alam. Alam merupakan tempat bagi peradaban dan kebudayaan bukan tempat penciptaan moralitas. Alamlah yang telah menanamkan disposisi moralitas dalam diri manusia, tetapi itu bukan berarti bahwa adanya sebuah moralitas adalah natural. Moralitas adalah buah dari kebebasan, sebuah kebebasan yang berdasar pada kemampuan akal budi. Moralitas tidak bisa dipahami secara empiris oleh sejarah maupun secara teoritis oleh filsafat. Filsafat hanyalah membantu manusia untuk memahami sesuatu yang tidak dapat dipahami.

9 Thesis dalam “Idea for a Universal History From A Cosmopolitan Point of View”

1. Segala kemampuan-kemampuan ciptaan ditakdirkan untuk mengalami evolusi sempurna sampai pada titik akhir yang alamiah.
2. Dalam diri manusia kemampuan-kemapuan alamiah yang tampak dalam penggunaan akal budi akan mencapai kesempurnaannya hanya dalam peradaban bersama, bukan secara individual.
3. Alam menginginkan manusia untuk menciptakan segala sesuatu yang melampaui tatanan mekanisme “animal existense”; manusia tidak akan mencapai sebuah kebahagiaan atau kesempurnaan kecuali ia secara independen menggunakan akal budinya.
4. Cara yang digunakan alam untuk mengembangkan seluruh kemampuan-kemampuan manusia adalah dengan tidak memberikan sosialitas secara natural. Sejauh ini, usaha untuk mencapai sisi sosialitas inilah yang menjadi penyebab terciptanya tatanan yang sah dalam masyarakat.
5. Tugas terbesar bagi peradaban manusia adalah mencapai “universal civic society” yang akan mengatur tatanan hukum diantara manusia.
6. Tugas tersebut adalah yang tersulit dan merupakan bagian terakhir yang akan dipecahkan oleh manusia.
7. Permasalahan penegakan suatu “universal civic society” tergantung pada masalah hubungan eksternal yang sah dalam negara dan masalah pertama tidak bisa diselesaikan tanpa menyelesaikan masalah ini terlebih dahulu.
8. Sejarah umat manusia dapat dilihat sebagai sebuah realisasi rencana rahasia alam untuk mencipakan sebuah negara ciptaan yang sempurna sebagai sebuah kondisi dimana kemampuan-kemapuan manusia dapat berkembang. Dan, sebuah relasi eksternal dalam negara akan secara sempurna dan tepat membawa pada kesudahan.
9. Usaha filosofis untuk meneliti sejarah universal berdasarkan pada rencana alamiah yang ditujukan untuk mencapai sebuah “civic union” harus dianggap mungkin dan sungguh-sungguh sebagai sebuah sumbangan pada tujuan akhir alam.


III. Kesimpulan

Filsafat sejarah kritis Kant pada akhirnya bukanlah sebuah sejarah moral melainkan sebuah perjalanan manusia yang berkembang menuju sebuah titik akhir yang dicapai manusia dengan kemampuan akal budinya. Dengan itulah manusia menjadi manusia yang bermoral. Inilah sebuah pandangan ke masa depan yang menujukkan bahwa tujuan dari peradaban manusia dapat terlaksana di dunia ini dengan akal budi. Dengan kebebasan yang mengubah tatanan natural dan historis, manusia memasuki dunia yang sejati.
Bagimana sejarah a priori bisa menjadi mungkin? Itu akan menjadi mungkin jika manusia sendiri menciptakan dan mengusahakan kejadian-kejadian yang telah diprediksikannya. Idea sejarah akan terwujud hanya jika manusia bertindak dalam kepercayaan bahwa hal tersebut mungkin untuk diwujudkan dengan akal budinya. Sejarah bukanlah titipan atau warisan dari masa lampau melainkan sebuah bentukan manusia yang berakal budi dan dengan itu bermoral.



Sapere Aude—have courage to use your own reason!

read more tariganism...

  © Creative design by tariganism.com and Ourblogtemplates.com 2009

Back to tariganism's TOP